Ada
secercah kebahagiaan bagi masyarakat khususnya orangtua peserta didik dengan
adanya program pemerintah tentang dana rintisan Bantuan Operasional Sekolah
(BOS) pada jenjang pendidikan sekolah menengah.
Apalagi janji Mendikbud sebagaimana telah dikutip pada surat kabar Suara
Merdeka Rabu (11/1) bahwa jika sistem sudah mapan, di tahun 2013 nanti bukan
lagi rintisan melainkan bantuan operasional penuh di SMA atau SMK dan ke depan
dana rintisan yang semula direncanakan sebesar Rp 120.000 per anak pertahun
juga akan ditambah.
Rabu, 09 Mei 2012
SISWA PINDAH BERMASALAH
Oleh SUNARYO*)
Berbagai aturan diterapkan oleh
sekolah untuk meningkatkan kedisiplinan demi terciptanya situasi dan
kondisi belajar yang kondusif. Demi
tegaknya kedisiplinan, sekolah menerapkan sanksi bagi siswa yang melanggar dari
yang teringan sampai yang terberat seperti harus dikeluarkan dari sekolah. Itu
semua tidak lain ditujukan untuk bisa mengantarkan keberhasilan peserta
didiknya.
Namun, menjatuhkan sanksi pengeluaran
peserta didik menjelang pelaksanaan Ulangan Kenaikan Kelas pada akhir tahun
pelajaran tidaklah tepat. Hal ini akan menjadi permasalahan baik bagi orangtua
wali maupun sekolah yang akan menerima pindahan siswa tersebut.
Bagi orangtua wali mungkin menjadi sebuah pukulan yang cukup berat. Tidak
hanya beban moral tetapi juga beban pikiran. Ternyata ketika mengajukan pindah ke sekolah lain mengalami kesulitan
karena tidak semua sekolah yang dituju mau menerimanya.
Ada beberapa dasar yang membuat sekolah menolak siswa pindahan. Pertama, sekolah telah membuat aturan
penerimaan siswa pindahan. Salah satunya
misalnya tidak menerima siswa pindahan dari satu daerah kabupaten. Hal ini didasarkan atas pengalaman bahwa
biasanya siswa pindahan tersebut adalah anak bemasalah. Kedua, Sekolah khususnya guru bidang study mengalami
kesulitan pada saat penentuan nilai raport. Pada dasarnya nilai raport tidak
hanya berasal dari nilai ulangan kenaikan kelas saja tetapi merupakan nilai komulatif
yang sudah diperhitungkan dengan nilai-nilai ulangan harian, tugas, dan sikap
pada mata pelajaran yang bersangkutan. Ketiga, sekolah belum bisa mengetahui
secara cukup perkembangan belajar termasuk sikap dan tingkat kedisiplinan
terhadap aturan sekolah. Biasanya pada saat rapat kenaikan kelas
pelanggaran-pelanggaran terhadap berbagai aturan atau tata tertib juga menjadi
bahan pertimbangan di samping perolehan nilai dari masing-masing mata
pelajaran.
Beruntung, jika siswa bermasalah yang dikeluarkan tersebut kemudian ada
yang siap menerima. Walaupun sekolah yang dituju memberikan berbagai syarat
termasuk menyangkut finansial. Bagi orang tua yang ingin mengedepankan
pendidikan anaknya berbagai syarat tidaklah menjadi beban.
Sekolah asal yang telah menjatuhkan sanksi pengeluaran anak memang tidak
tinggal diam. Sekolah tersebut akan membantu proses pindahan termasuk
administrasi yang lain seperti Surat Kelakukan Baik, daftar nilai pelajaran
yang telah memenuhi batas tuntas, dan lain-lain. Hal ini dilakukan karena tidak
lain hanyalah ingin menjaga kewibawaan sekolah.
Peserta didik yang lain akan berpikir dua kali untuk melakukan tindakan
pelanggaran. Mereka takut karena ternyata aturan yang telah dibuat oleh sekolah
benar-benar dijalankan. Selain itu, akan meningkatkan kepercayaan
masyarakat kepada sekolah untuk
pendidikan anaknya. Rasa sangsi akan
pengaruh-pengaruh negatif karena
pergaulan akan dapat ditepis karena siswa bermasalah yang dapat mempengaruhinya bisa dikeluarkan.
Lain halnya dengan sekolah sebagai
penerima pindahan anak yang terkena sanksi dikeluarkan tersebut. Sekolah
memiliki dasar tertentu untuk menerima
pindahan siswa tersebut. Pertama, membantu kelangsungan pendidikan anak. Kedua,
mencoba membina, membimbing, dan mendidik
demi tercapainya keberhasilan belajar.
Ketiga, masih tersedianya bangku kosong atau mendukung peningkatan dari
sisi kuantitas.
Dasar penerimaan pindahan siswa di atas mengandung nilai positif. Akan
tetapi, jika menerima pindahan pada saat-saat akhir tahun pelajaran akan menuai
permasalahan terutama berhubungan dengan penetapan nilaii dan pengisian raport.
Permasalahan itu misalnya wali kelas sulit
mengisi data pada kehadiran, kepribadian dan pengembangan diri siswa.
Guru bidang studi sulit menentukan nilai
sikap karena memang belum pernah mengikuti pelajaran di kelas. Guru juga sulit
menentukan dasar pemberian nilai praktik karena belum pernah memberi tes
praktik. Dalam menentukan nilai kognetif pun mengalami kesulitan karena nilai
kognetif merupakan formulasi dari nilai ulangan harian, nilai tugas, dan nilai
ulangan kenaikan kelas.
Jika siswa pindahan oleh guru
bidang studi diperlakukan dengan hak dan kewajiban yang sama dengan siswa yang
lain, termasuk dalam penentuan nilai raport maka akan mendapatkan nilai yang
tidak tuntas. Apalagi nilai yang dikirimkan
dari sekolah asal hanya satu kali ulangan harian saja, tidak disertai nilai tugas, nilai
praktik, dan nilai sikap. Sudah barang tentu siswa tersebut akan menjadi bahan pembahasan
dalam rapat kenaikan kelas. Lalu dari
sudut pandang mana yang paling tepat untuk membahas penetapan kenaikan siswa
pindahan tersebut? Permasalahan akan lain jika anak diberi kesempatan mengikuti
UKK terlebih dahulu untuk mendapatkan nilai akhir kemudian baru dipindahkan.
Jadi, perpindahan peserta didik menjelang akhir tahun pelajaran hanya akan
menuai permasalahan baru. Jika ingin membantu kelangsungan pendidikan
sebagaimana tercantum dalam UUD 45 bahwa pendidikan adalah hak semua warga
negara maka alangkah baiknya jika siswa tersebut diperkenankan mengikuti
Ulangan Kenaikan Kelas hingga raportan terlebih dahulu baru kemudian dikeluarkan atau
dipindahkan. Dengan demikian semua unsur baik sekolah pemberi sanksi, orangtua
wali, maupun sekolah penerima pindahan tidak ada yang direpotkan dan dirugikan.
Langganan:
Postingan (Atom)