Rabu, 09 Mei 2012

Efektivitas Dana BOS dalam Dunia Pendidikan


Ada secercah kebahagiaan bagi masyarakat khususnya orangtua peserta didik dengan adanya program pemerintah tentang dana rintisan Bantuan Operasional Sekolah (BOS) pada jenjang pendidikan sekolah menengah.  Apalagi janji Mendikbud sebagaimana telah dikutip pada surat kabar Suara Merdeka Rabu (11/1) bahwa jika sistem sudah mapan, di tahun 2013 nanti bukan lagi rintisan melainkan bantuan operasional penuh di SMA atau SMK dan ke depan dana rintisan yang semula direncanakan sebesar Rp 120.000 per anak pertahun juga akan ditambah.

Setidaknya dengan adanya program pemerintah tersebut, orangtua peserta didik berpikiran akan ada keringanan biaya pendidikan anaknya khususnya uang bulanan sekolah atau Dana Operasional Komite Sekolah yang saat ini pada jenjang sekolah menengah, rata-rata per bulan mencapai Rp100.000 lebih. Dana tersebut masih ditambah Dana Bantuan Pengembangan Sarana dan Prasarana atau Dana Investasi yang pada sekolah umumnya sudah mencapai Rp 1.000.000 lebih. Rintisan BOS tersebut juga memberi harapan besar bagi orangtua yang pada saatnya nanti berkeinginan menyekolahkan anaknya sampai jenjang pendidikan SLTA.  Rasa khawatir dan cemas masyarakat akan biaya sekolah yang ada kecenderungan menaik pada setiap pergantian tahun dapat terkurangi dengan adanya program BOS tersebut.
Kehadiran Bantuan Operasional Sekolah juga akan disambut baik oleh penyelenggara pendidikan. Setidaknya kendala dana untuk operasional harian atau bulanan pada pelaksanaan pendidikan dapat teratasi. Sehingga dana operasional yang harus dikeluarkan pada bulan tertentu bisa tercukupi tanpa mencari dana talangan.
Oleh karena itu, pemerintah harus mengambil langkah-langkah tertentu agar dana rintisan BOS dapat digunakan secara efektif dan dirasakan manfaatnya oleh pihak sekolah dan masyarakat. Sebagaimana langkah Menteri Pendidikan dan Kebudayaan yang akan menyalurkan dananya langsung ke sekolah-sekolah merupakan langkah yang tepat. Hal ini karena penyaluran dana melalui jalur birokrasi akan memakan waktu yang lebih lama dan ada kecenderung mudah mengalami pemangkasan.
Langkah lain dengan mengeluarkan aturan pembatasan penarikan dana orangtua peserta didik dengan membagi sekolah menjadi tiga kategori. Kategori pertama yang memiliki jumlah siswa lebih sedikit harus diberi kesempatan untuk dapat menarik dana dari orangtua peserta didik  yang lebih banyak dari pada kategori kedua atau ketiga.  Dengan catatan penarikan dana maksimal harus mengacu pada kondisi ekonomi masyarakat yang dapat dilihat   melalui UMR atau data statistik taraf ekonomi masyarakat pada masing-masing daerah.
Pengaturan yang berbeda berdasarkan kategori dimaksudkan agar sekolah berkembang akan mengalami percepatan peningkatan pendidikan. Dengan demikian, kesenjangan antara sekolah berkembang atau bahkan terbelakang yang belum menjadi pilihan utama masyarakat dengan sekolah maju yang menjadi alternatif utama masyarakat dapat diperkecil. Sehingga tidak akan terjadi sekolah yang sudah maju semakin maju sebaliknya yang belum maju semakin tertinggal jauh atau bahkan punah karena keterbatasan dana.
Pengaturan tersebut mestinya dapat dipahami oleh semua pihak. Kategori ketiga yang memiliki jumlah siswa lebih banyak, rasionalnya nominal dana pengembangan sekolah yang diterima dari orangtua peserta didik lebih banyak dibanding kategori kedua atau bahkan pertama. Pengaturan tersebut juga akan menghilangkan kesan bahwa sekolah maju hanyalah milik masyarakat yang berkantong tebal. Di samping itu, masyarakat menengah ke bawah yang anaknya  memiliki prestasi juga akan terbuka lebar  untuk memiliki hak mengenyam pendidikan pada sekolah yang lebih berkualitas karena tidak terkendala oleh dana. Sebaliknya, masyarakat menengah ke atas yang kebetulan anaknya memiliki kemampuan yang kurang akan terseleksi dan masuk ke kategori di bawahnya. Dengan demikian, dari sisi dana dapat untuk menopang kemajuan sekolah tersebut.
Pendidik atau pelaku pendidik yang sama-sama sebagai abdi negara juga akan mendapat hak dan perlakuan yang sama baik yang ditugaskan pada sekolah yang sudah mapan atau yang baru berkembang. Bahkan secara rasional beban tugasnya lebih berat yang ditugaskan di sekolah berkembang atau yang masih terbelakang. Secara finansial juga akan terlihat adanya kesenjangan, misalnya berkaitan dengan honor jabatan tugas-tugas sekolah atau biaya perjalanan dan lain-lain. Tentu saja perbandingan secara finansial terlepas dari konteks  karunia Allah SWT yang telah diberikan kepada hambanya yang harus diterima  dengan syukur dan tawakal.
  
Sunaryo

Tidak ada komentar:

Posting Komentar